Rangkap Jabatan, Ketua KONI Pessel Welly Hendra Komit Jalani Aturan Baru

PAINAN, GP –  Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Pesisir Selatan, Welly Hendra yang juga merupakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pessel berkomitmen mematuhi aturan yang berlaku terkait kepengurusan KONI selanjutnya.

Hal itu ditegaskan Welly terkait surat Edaran Gubernur Sumbar Nomor : 426/VI/2368/2016 Tentang Rangkap Jabatan Dalam Kepengurusan KONI. SE tersebut menegaskan bahwa pada kepengurusan KONI berikutnya tidak ada lagi rangkap jabatan, termasuk di Pesisir Selatan yang akan berakhir pada 16 September 2018.

“Kedepanya kita akan mentaati aturan yang ada bahwa tidak dibolehkan rangkab jabatan dalam kepengurusan KONI selanjutnya, ” tegas Welly saat menggelar jumper dengan awak media, Senin, (10/4) di sekretariat KONI Pessel.

Welly Hendra juga mengatakan, bahwah jabatan yang diembannya sebagai ketua KONI hanyalah semacam pengabdian. Karena memang, basik anggota DPRD fraksi Hanura tersebut mempunyai besic olaragawan.

“Jabatan ini adalah bentuk pengabdian. Tidak ada kepentingan lain apalagi menyangkut uang karena jelas jabatan sebagai ketua KONI tidak mendapatkan gaji, ” kata Welly Hendra lagi.

Sebelumnya, pengamat Politik dari Universitas Negeri Andalas (Unand) Padang, Asrinaldi menilai jabatan ketua KONI yang dipegang oleh Anggota DPRD Pessel Welly Hendra itu jelas telah melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tatib Dewan.

Tak hanya, Larangan soal pejabat publik dan pejabat politik menjadi pengurus KONI, merupakan amanat Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).

Secara lengkap, pasal itu berbunyi; Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, dan komite olahraga kabupaten kota bersifat mandiri dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.

Tak hanya undang-undang, Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 dan surat edaran Mendagri januari 2012 pun melarang adanya rangkap jabatan di kepengurusan KONI seluruh Indonesia. Meski telah terang-benderang, faktanya, sampai hari ini masih ada juga pejabat publik dan pejabat politik yang duduk sebagai pengurus KONI. Bahkan ada yang menjabat sebagai ketua umum KONI.

“Aturannya jelas dan bahkan telah ditegaskan dalam undang-undang dan diperkuat lagi oleh peraturan pemerintah dan menteri. Namun kenyataanya masih banyak aturan tersebut yang dilanggar, ” kata pengamat politi Unand Asrinaldi.

Menanggapi hal itu, tim audit Internal KONI PesSel Irzal Aziz mengatakan, bahwa seyogyanya kepengurusan KONI hanya sebatas mengesampingkan Undang-Undang. Sebab, faktanya saat ini, persoalan rangkab jabatan itu terjadi di semua daerah di Indonesia.

“Ini sudah umum terjadi. Namun, begitu kita akan mematuhi aturan yang terbaru nantinya, setelah kepengurusan ini habis pada 16 September 2018, ” pungkasnya. (fk/*)